Supposituria

 Suppositoria

Standar Kompetensi : Memahami teknik sediaan obat dalam skala kecil dan skala industri untuk sediaan supositoria

Kompetensi Dasar : Menjelaskan teknik pembuatan sediaan suppositoria

Materi Pembelajaran :

  1. Pengertian suppositoria
  2. Macam - macam supposituria
  3. Tujuan penggunaan obat suppositoria
  4. Bahan dasar  supposituria
  5. Metode pembuatan supposituria
  6. Pengemasan supposituria
  7. Pengemasan mutu supposituria
  8. Ovulae/ovula

Tujuan Pembelajaran :
1. Menjelaskan pengertian dan macam-macam suppositoria
2. Menjelaskan keuntungan dan penggunaan suppositoria
3. Menjelaskan bahan dasar suppositoria
4. Menjelaskan metode pembuatan suppositoria
5. Menjelaskan cara pengemasan suppositoria
6. Menjelaskan mutu suppositoria

Definisi Suppositoria

Suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk yang diberikan melalui rektal, , vagina dan uretra. Umumnya meleleh, melunak atau melarut dalam suhu tubuh. Suppositoria dapat bertindak sebagai pelindung jaringan setempat ataupun sebagai pembawa zat terapeutik yang bersifat lokal atau sistemik. (Farmakope Indonesia Edisi IV).

Suppositoria adalah sediaan padat yang diberikan melalui dubur, berbentuk torpedo, dapat melunak, melarut atau meleleh pada suhu tubuh. (Anief, 2006)

Suppositoria mengandung satu atau lebih bahan aktif yang terdispersi dalam suatu basis yang larut atau meleleh pada suhu tubuh. (Remington, 2006)

Macam-Macam Suppositoria

Suppositoria rektal
Sering disebut supposituria saja. berbentuk peluru (torpedo) dan digunakan lewat rektal (anus), menurut FI IV beratnya kurang lebih 2 g. keuntungan suppositoria yang berbentuk torpedo adalah bila bagian yang besar masuk melalui jaringan otot penutup dubur, supositoria akan tertarik masuk dengan sendirinya. 

Sediaan rektal



Suppositoria Vaginal (Ovula)
Berbentuk bola lonjong seperti kerucut, digunakan lewat vagina, berat umumnya  5 g. Suppositoria kempa atau suppositoria sisipan adalah suppositoria vaginal yang dibuat dengan cara mengempa massa serbuk menjadi bentuk yang sesuai atau dengan cara pengapsulan dengan gelatin lunak.
Menurut FI IV, suppositoria vaginal berbahan dasar dapat larut/bercampur dalam air seperti PEG atau gelatin tergliserinasi berbobot  g. Suppositoria dengan bahan dasar tergliserina (70 bagian gliserin, 20 bagian gelatin, dan 10 bagian air) harus disimpan dalam wadah tertutup rapat, sebaiknya pada suhu di bawah 35ᵒ C.

Suppositoria Uretral (Bacilla, bougies)
Digunakan lewat uretra, bentuk batang panjang antara  cm-14 cm.

Bobot suppositoria kalau tidak dinyatakan lain adalah 3 g untuk orang dewasa dan 2 g untuk anak. (Anief, 2006)

Keuntungan dan kerugian Suppositoria
Keuntungan Suppositoria

  1. Dapat menghindari terjadinya iritasi pada lambung
  2. Dapat menghindari kerusakan obat oleh enzim percernaan dan asam lambung
  3. Obat dapat masuk langsung dalam saluran darah sehingga obat dapat berefek lebih cepat dibandingkan penggunaan peroral
  4. Cocok bagi pasien yang mudah muntah atau tidak sadar
  5. Tidak menyebabkan nyeri dan mudah digunakan dibandingkan rute parenteral
  6. Mudah digunakan terutama pada pasien anak-anak, pasien dengan mual dan muntah, serta pasien kesulitan menelan
  7. Dapat mencapai konsentrasi tinggi pada rektum bila diinginkan efek lokal
Kekurangan sediaan suppositoria: (Ansel,2014)
  1. Kekurangan sediaan suppositoria adalah:
  2. Penggunaan suppositoria terlalu dalam daat mengalami first pass effect
  3. Mudah meleleh pada suhu hangat ( >30ᵒC) sehingga perlu penanganan khusus
  4. Struktur basis yang lembek menyebabkan penggunaan suppositoria menjadi kurang nyaman
  5. Efektifitas suppositoria tergantung kondisi fisiologi rektal, misal adanya lesi yang dapat mempengaruhi abdsorbsi
  6. Area permukaan absorbsi dan jumlah cairan pada rektal yang lebih kecil dari usus akan mempengaruhi disolusi obat
  7. Buang air besar dapat mempengaruhi obat

Bahan dasar suppositoria 
Bahan dasar yang digunakan :  Oleum cacao (lemak cokelat), gelatin tergliserinasi, minyak nabati terhidrogenasi, campuran PEG berbagai bobot molekul, dan ester asam lemak PEG. Bahan dasar lain dapat digunakan seperti surfaktan non ionik, misalnya ester asam lemak polioksietilen sorbitan dan polioksietilen  stearat. 

Sifat bahan dasar yang ideal:
  • Padat pada suhu kamar sehingga daat dibentuk dengan tangan atau dicetak namun tetap melunak pada suhu rektal (anus) dan dapat bercampur dengan cairan tubuh.
  • Tidak beracun dan tidak menimbulkan iritasi
  • Dapat bercampur dengan bermacam-macam obat
  • Stabil dalam penyimpanan, tidak menunjukkan perubahan warna, bau dan pemisahan obat
  • Kadar air cukup
  • Memiliki bilangan asam, bilangan  iodium, dan bilangan penyabunan basis lemak yang jelas
Bahan dasar yang digunakan agar meleleh pada suhu tubuh atau dapat larut dalam cairan dalam rektum. Obatnya supaya larut dalam bahan dasar, bila perlu dipanaskan.

Penggolongan bahan dasar suppositoria:

  • Bahan dasar berlemak, misalnya oleum cacao (lemak cokelat)
  • Bahan dasar yang dapat bercampur atau larut dengan air, misalnya gliserin-gelatin, polietilenglikol (PEG)
  • Bahan dasar lain. pembentuk emulsi a/m, misalnya campuran tween 61 85% dengan gliserin laurat 15%
Bahan dasar suppositoria
1. Suppositoria dengan bahan dasar oleum cacao (Lemak cokelat)
  • Merupakan trigliserida dari asam oleat, asam stearat, dan asam palmitat
  • Warna putih kekuningan, padat dan berbau cokelat
  • Mulai mencair jika dipanaskan pada suhu 30ᵒC, pada suhu 34-35ᵒC akan meleleh. Bila didinginkan di bawah suhu 15ᵒC, akan mengkristal dalam bentuk kristal meta stabil. Oleum cacao dapat menunjukkan polimorfismenya karena pemanasan tinggi.
  • Sebaiknya disimpan dalam wadah/tempat sejuk, kering dan terlindung dari cahaya
  • Dibuat dengan cara mencampurkan bahan obat yang dihaluskan ke dalam minyak lemak padat pada suhu kamar dan massa yang dihasilkan dibuat dalam bentuk yang sesuai atau dibuat dengan cara meleburkan minyak lemak dengan obat kemudian dibiarkan sampai dingin di dalam cetakan. Harus disimpan dalam wadah tertutup baik, pada suhu di bawah 30ᵒC
     Bentuk-bentuk kristal oleum cacao
  • Bentuk α (alfa), terjadi jika oleum cacao didinginkan segera pada suhu 0ᵒC. Titik lebur= 24ᵒC (literatur lain 22ᵒC)
  • Bentuk β (beta), terjadi bilalelehan oleum cacao tadi diaduk-aduk pada suhu 18-23ᵒC. Titik lebur = 28-31ᵒC
  • Bentuk β stabil (beta stabil), terjadi dari perubahan perlahan-lahan bentuk disertai kontraksi volume. Titik lebur = 34-35ᵒC (literatur lain 34,5ᵒC)
  • Bentuk  γ (gamma),n terjadi dari pendinginan lelehan oleum cacao yang sudah dingin (20ᵒC). Titik lebur = 18ᵒC
      Bentuk-bentuk kristal di atas harus dihindari karena akan memengaruhi formulasi. Adapun cara              menghindarinya adalah :
  • Oleum cacao tidak dilelehkan seluruhnya, cukup 2/3 bagian saja yang dilelehkan
  • Penambahan sejumlah kecil bentuk kristal stabil ke dalam lelehan oleum cacao untuk mempercepat perubahan bentuk tidak stabil menjadi stabil
  • Pembekuan lelehan selama beberapa jam/hari

Intinya agar mendapatkan suppositoria yang stabil, pemanasan lemak cokelat sebaiknya dilakukan sampai cukup meleleh saja sampai dapat dituang sehingga tetap mengandung inti kristal dari bentuk stabil.

  • Untuk meninggikan titik lebur lemak cokelat, digunakan tambahan cera atau cetasium spermaseti). Penambahan cera flava tidak boleh lebih dari 6% dan tidak boleh kurang dari 4%. Fungsi penambahan cera flava adalah menaikkan  daya serap lemak cokelat terhadap air.
  • Untuk menurunkan titik lebur oleum  cacao , dengan penambahan sedikit kloralhidrat, fenol, dan minyak atsiri
  • Lemak cokelat meleleh pada suhu tubuh dan tidak tercampurkan dengan cairan tubuh namun jarang digunakan untuk sediaan vaginal karena meninggalkan residu yang tidak dapat diserap. 

      Alasan menghindari air sebagai pelarut obat:
  • Menyebabkan reaksi antara obat-obat dalam suppositoria
  • Mempecepat tengiknya oleum cacao
  • Bila airnya menguap, maka obat tersebut akan mengkristal kembali dan dapat keluar dari suppositoria
      Kerugian oleum cacao sebagai bahan dasar:
  • Meleleh pada udara panas
  • Dapat menjadi tengik pada penyimpanan yang lama
  • Titik leburnya dapat turun atau naik bila penambahan bahan tertentu
  • Adanya sifat polimorfisme
  • Sering bocor (keluar dari rektum karena mencair) selama pemakaian
  • Tidak dapat bercampur dengan sekresi
     Karena keburukan oleum cacao, maka dicari penggantinya:
  • Campuran asam oleat dengan asam stearat dalam perbandingan yang dapat diatur
  • Campuran cetyl alcohol dengan oleum amygdalarum dengan perbandingan 17:83
  • Oleum cacao sintesis : coa buta, supositol
2. Suppositoria dengan bahan dasar polietilenglikol (PEG)
  • Memunyai titik lebur 35-63ᵒC
  • Tidak meleleh pada suhu tubuh, tetapi larut dalam cairan sekresi tubuh
  • Formula yang dipakai:
  1. Bahan dasar tidak berair : PEG 4000 4% (25%) dan PEG 1000 96% (75%)
  2. Bahan dasar berair : PEG 1540 30%, PEG 6000 50%, dan aqua + obat 20%
  • PEG merupakan polimerisasi etilenglikol dengan berat molekul antara 300-6000
  • PEG dapat dijadikan sebagai obat antiseptik
  • Pembuatan suppositoria dengan PEG dilakukan dengan melelehkan bahan dasar lalu dituangkan ke dalam cetakan
      Keuntungan PEG:
  • Tidak mengiritasi
  • Dapat disimpan di luar kulkas
  • Tidak ada kesulitan dengan titik lebur
  • Tetap kontak dengan lapisan mukosa karena tidak meleleh pada suhu tubuh
     Kerugian PEG:
  • Menarik cairan dari jaringan tubuh setelah dimasukkan sehingga terjadi rasa yang menyengat. dapat diatasi dengan mencelupkan suppositoria ke dalam air sebelum digunakan. Pada etiketnya harus tertera petunjuk,"Basahi dengan air sebelum digunakan".
  • Dapat memperpanjang waktu disolusi sehingga melambat pelepasan obat
3. Suppositoria dengan bahan dasar gelatin
  • Dapat digunakan sebagai bahan dasar vaginal suppositoria
  • Tidak melebur pada suhu tubuh tetapi melarut dalam sekresi tubuh
  • Perlu penambahan pelarut (nipagin) karena bahan dasar ini adalah media yang baik untuk pertumbuhan bakteri
  • Penyimpanan harus di ditempat yang dingin
  • Bahan dasar ini dapat digunakan untuk pembuatan urethral suppositoria dengan formula ( 20 bagian gelatin, 60 bagian gliserin, 20 bagian air yang mengandung obat)
      Keuntungan gelatin :
  • Efeknya cukup lama
  • Lebih lambat melunak
  • Lebih mudah bercampur dengan cairan tubuh jika dibandingkan dengan oleum cacao
      Kekurangan gelatin:
  • Cenderung menyerap air karena sifat gliserin yang higroskopis 
  • Dapat menyebabkan dehidrasi/iritasi jaringan 
  • Memerlukan perlindungan dari udara lembab agar terjaga bentuk dan konsistensinya
      Cara pembuatannya (Farmakope Belanda):

Panaskan 2 bagian gelatin dengan 4 bagian air dan  bagian gliserin sampai dieroleh massa homogen. Tambahkan air panas hingga diperoleh 11 bagian. Biarkan massa cukup dingin dan tuangkan dalam cetakan hingga diperoleh suppositoria dengan berat 4 g. Bahan obat ditambahkan,dilarutkan, atau digerus dengan sedikit air atau gliserin yang disisakan dan dicampurkan pada massa yang sudah dingin.

4. Bahan dasar lainnya

  • Bersifat seperti lemak yang larut dalam air atau bercampur dengan air. Beberapa diantara membentuk emulsi tipe a/m
  • Formulasinya berupa campuran antara tween 61 85% dan gliserin laurat 15%
  • Bahan dasar ini dapat menahan air atau larutan berair
  • Berat suppositoria 2,5 g

 Metode Pembuatan Suppositoria

1. Detode tangan

Metode pencetakan dengan tangan merupakan metode tertua dan paling sederhana dibandingkan dengan metode lain pada pembuatan suppositoria. Metode dengan pencetakan tangan biasanya digunakan pada suppositoria berbasis lemak coklat, dengan tujuan menghindari adanya pemanasan lemak coklat. Pembuatan dilakukan dengan mencampurkan lemak coklat yang telah dihancurkan dengan bahan aktif di dalam mortir. Kemudian dibentuk menjadi bentuk bola dengan tangan, dan digulung menjadi bentuk silinder dengan menggunakan spatula besar atau papan kecil yang datar. Bentuk silinder ini kemudian dipotong menjadi beberapa bagian dan salah satu ujungnya diruncingkan sepeti kerucut dengan menggunakan spatula atau tangan (Remington, 2006)

  • Hanya dengan bahan dasar oleum cacao yang dapat dikerjakan atau dibuat dengan tangan untuk skala kecil
  • Bila bahan obatnya tidak tahan dengan pemanasan
  • Metode ini kurang cocok untuk iklim panas
2. Dengan mencetak hasil leburan

  • Untuk bahan dasar gliserin-gelatin, cetakan harus dibasahi terlebih dahulu dengan parafin cair
  • Untuk oleum cacao dan PEG tidak memerlukan pembasahan cetakan karena suppositoria akan mengerut pada proses pendinginan dan akan terlepas dari cetakan

3. Dengan kompresi

  • Metode ini menggunakan mesin otomatis dalam proses penuangan, pendinginan, dan pelepasan suppositoria. Kapasitas mesin bisa sampai 3500-6000 suppositoriajam

Pengemasan Suppositoria

  • Dikemas sedemikian rupa sehingga tiap suppositoria terpisah dan tidak mudah hancur atau meleleh
  • Biasanya dimasukka ke dalam wadah yang terbuat dari aluminium foil atau strip plastik sebanyak 6-12 buah, lalu dikemas lagi dalam dos
  • Harus disimpan dalam wadah tertutup baik di tempat yang sejuk
Pemeriksaan Mutu Suppositoria
  • Setelah dicetak, dilakukan beberapa pemeriksaan seperti:
  • Penetapan kadar zat aktifnya dan disesuaikan dengan yang tertera pada etiketnya
  • Tes terhadap tiitk leburnya, terutama jika digunakan bahan dasar oleum cacao
  • Tes kerapuhan. untuk menghindari kerapuhan selama pengangkutan
  • Tes aktu hancur. PEG 1000 15 menit, oleum cacao dingin 3 menit
  • Tes homogenitas
Ovulae (Ovula)
adalah sediaan padat, umumnya berbentuk telur, mudah melembek dan meleleh pada suhu tubuh, dapat melarut dan digunakan sebagai obat luar khusus untuk vagina. Bahan dasar ovula harus mudah larut dalam air atau meleleh pada suhu tubuh.
Sebagai bahan dasar, dapat digunakan lemak cokelat atau campuran PEG dalam berbagai perbandingan. Bobot ovula adalah 3-6 g tapi umumnya 5 g. Ovula disimpan dalam adah tertutup baik atau di tempat yang sejuk.

Daftar Pustaka

Anief, M. 2000. Ilmu Meracik Obat teori dan Praktek. Yogyakarta : Universitas Gajah Mada Press
Desai dan Mary.2007.Gibaldis Drug Delivery Systems in Pharmaceutical Care. American Society of Health-System Pharmacists, Bethesda, Maryland
Ditjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edis IV. Jakarta : Departemen Kesehatan RI
Elianawati,S.,dkk. 2016. Teknik Pembuatan Sediaan Obat. Bogor : APMFI Press
Remington.
Saptaning,A.,dkk.2013. Ilmu Resep untuk SMK Vol.2. Jakarta : EGC
Lebih baru Lebih lama